Suti, seorang siswa yang terkenal suka berisik di kelas. Gemar sekali ngobrol saat pelajaran. Makin banyak guru bicara, makin semangat juga ngobrolnya. Kalau tidak ngobrol tangannya jahil, grawil sana sini. Ada lagi Leni, siswa yang terlihat anteng, pandangan ke depan (papan tulis) tapi ketika ditanya ia tak bisa mengerti.
Suti dan Leni memiliki kesamaan; nilai pelajaran sekolah mereka selalu variatif. Kadang bagus, kadang jeblok. Asumsi pun dituduhkan pada kedua anak ini yang dianggap kurang gigih belajar, ‘anget-anget tai ayam’, pinter tapi malas, dan seterusnya.
Didukung pula oleh perilaku, seperti; perhatian mudah teralih, sering menunda pekerjaan, mudah lupa dengan informasi yang baru diberikan, hiperaktif, impulsif sehingga terlihat punya banyak gagasan tapi tak satu pun yang selesai/dimulai, termasuk suka menyela pembicaraan orang lain, mudah bosan (kurang tekun) dan sering terlambat/tidak teratur (buruk dalam manajemen waktu).
Rutinitas merupakan ancaman bagi mereka, seperti mengerjakan PR atau tugas harian di rumah, bahkan untuk tertib bangun pagi pun butuh usaha keras. Hal ini disebabkan mereka mudah merasa jemu. Tidak/kurang bisa memotivasi diri karena sulit memproyeksikan konsekuensi.
Untuk mengatasi kejemuan ini lah mereka kadang membuat ‘onar’ dengan mengajak bicara teman, bertindak jahil yang memancing konflik. Anda mungkin pernah mendengar ungkapan,’ngapain sih belajar begini, toh, ga akan ada hubungannya raca cinta tanah air dengan belajar PKN.’
Jika nilai pelajaran mereka stabil dan tertib dalam manajemen waktu, maka yang dibutuhkan anak hanya sekadar penguatan untuk berdiskusi. Tapi kalau anda melihat ungkapan ini sebagai pengalihan ‘ketidak-mampu-annya’ dalam menyelesaikan tugas, bisa merupakan indikator adanya masalah konsentrasi yang membutuhkan penanganan lebih lanjut.
Meski tampilan berbeda yang satu berisik dan satunya anteng, sebetulnya mereka mengidap masalah yang sama.
Dalam ranah perkembangan neuro-developmental, keduanya merupakan ciri dari Attention Deficit Disorder (ADD) yang disebabkan disfungsi neurologis dalam korteks prefrontal (kpf). Dimana semakin mereka berusaha konsentrasi, aktivitas kpf semakin menurun.
Salahsatu akomodasi yang bisa dilakukan adalah dengan memberi perhatian individual. Mereka perlu didampingi saat mengerjakan tugas.
Kadang mereka bisa mengerjakan dengan baik saat didampingi tapi begitu ‘di lepas’ untuk ujian, tekanan ini kembali membuat nilainya drop, jeblok to the max. Bukan karena bodoh. Tapi itu tadi, ADD memang si pencuri ulung.
Ingin tahu lebih lanjut tentang ADD? Termasuk bagaimana cara mendeteksi kualitas kpf kita dan cara menanganinya?
Nantikan kuliah online dari tim Allsmart. Silakan klik tombol daftar sekarang, ya.